Etnomatematika merupakan matematika yang tumbuh dan berkembang
dalam kebudayaan tertentu (Yusuf dkk, 2010). Budaya yang dimaksud disini
mengacu pada kumpulan norma atau aturan umum yang berlaku di masyarakat,
kepercayaan, dan nilai yang diakui pada kelompok masyarakat yang berada pada
suku atau kelompok bangsa yang sama (Hammond, 2000).Istilah etnomatematika
berasal dari kata ethnomathematics, yang terbentuk dari kata ethno, mathema,
dan tics (Yusuf dkk, 2010)
Awalan ethno mengacu pada kelompok kebudayaan yang dapat
dikenali, seperti perkumpulan suku di suatu negara dan kelas-kelas profesi di
masyarakat, termasuk pula bahasa dan kebiasaan mereka sehari-hari. Kemudian,
mathema disini berarti menjelaskan, mengerti, dan mengelola hal-hal nyata
secara spesifik dengan menghitung, mengukur, mengklasifikasi, mengurutkan, dan
memodelkan suatu pola yang muncul pada suatu lingkungan. Akhiran tics
mengandung arti seni dalam teknik. Oleh karena tumbuh dan berkembang dari
budaya, keberadaan etnomatematika seringkali tidak disadari oleh masyarakat
penggunanya. Hal ini disebabkan, etnomatematika seringkali terlihat lebih
“sederhana” dari bentuk forma matematika yang dijumpai di sekolah. Masyarakat
daerah yang biasa menggunakan etnomatematika mungkin merasa tidak percaya diri
dengan warisan nenek moyangnya, karena matematika dalam budaya ini, tidak
dilengkapi definisi, teorema, dan rumus-rumus seperti yang biasa ditemui di
matematika akademik.
Objek yang bisa dijadikan kajian etnomatematika di Yogyakarta
adalah Candi Prambanan, Candi Borobudur, dan keraton Yogyakarta. Ketiga tempat
tersebut dipenuhi dengan budaya dan peninggalan-peninggalan pada zaman dulu.
Budaya tersebut dapat dijadikan sebagai bahan ajar untuk matematika dengan ide
kreatif mengaitkan antara budaya tersebut dengan matematika. Contohnya dalam
materi bangun ruang sisi datar. Bangun ruang sisi datar dapat dipelajari dari bangun-bangun
yang terdapat pada objek kajian budaya. Balok, kubus, prisma, limas yang
dipelajari di sekolah menengah pertama, akan lebih mudah dipelajari jika kita
mengenalkan bangun-bangun tersebut dengan konteks aslinya seperti objek wisata
budaya yang nantinya erat kaitannya dengan matematika itu sendiri.
Permainan tradisional pun dapat dijadikan sebagai bahan ajar
matematika. Misalnya klekmat (engklek matematika), yang telah dikembangkan oleh
Septi Puji Rahayu dan Siti Mufidah yang merupakan mahasiswa jurusan pendidikan
matematika UNY.
Selain itu, alat musik juga dapat dijadikan bahan ajar
matematika, misalnya gamelan, yang telah dikembangkan juga oleh mahasiswa
jurdikmat UNY. Gamelan ini dijadikan sebagai bahan ajar untuk mengenalkan
tentang masalah perbandingan.
Banyak objek budaya di sekitar kita yang dapat dijadikan sebagai
bahan ajar matematika yang kreatif dan inovatif. Yang kita butuhkan adalah mau
mengenal budaya tersebut dan intuisi untuk mengembangkan budaya tersebut
menjadi bahan ajar matematika yang menyenangkan
Daftar Pustaka
Putri, Areani Eka. Ethnomatematika
dan budaya ku. 16 Juni 2015. online. diakses pada 23 Februari 2016.
Universitas
Negeri Yogyakarta. website (uny.ac.id). diakses pada 23 Februari 2016
Septi Puji dan
Siti Mufidah. "Klekmat (Engklek
Matematika)" Inovasi Permainan Tradisional dalam Pembelajaran Matematika
Bangun Datar bagi Siswa Sekolah Dasar Kelas V Sebagai Upaya mewujudkan rasa
Cinta Budaya Indonesia. 2016. Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan
Matematika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar