Senin, 28 Maret 2016

Objek Kajian Etnomatematika di Yogyakarta

Etnomatematika merupakan matematika yang tumbuh dan berkembang dalam kebudayaan tertentu (Yusuf dkk, 2010). Budaya yang dimaksud disini mengacu pada kumpulan norma atau aturan umum yang berlaku di masyarakat, kepercayaan, dan nilai yang diakui pada kelompok masyarakat yang berada pada suku atau kelompok bangsa yang sama (Hammond, 2000).Istilah etnomatematika berasal dari kata ethnomathematics, yang terbentuk dari kata ethno, mathema, dan tics (Yusuf dkk, 2010)

Awalan ethno mengacu pada kelompok kebudayaan yang dapat dikenali, seperti perkumpulan suku di suatu negara dan kelas-kelas profesi di masyarakat, termasuk pula bahasa dan kebiasaan mereka sehari-hari. Kemudian, mathema disini berarti menjelaskan, mengerti, dan mengelola hal-hal nyata secara spesifik dengan menghitung, mengukur, mengklasifikasi, mengurutkan, dan memodelkan suatu pola yang muncul pada suatu lingkungan. Akhiran tics mengandung arti seni dalam teknik. Oleh karena tumbuh dan berkembang dari budaya, keberadaan etnomatematika seringkali tidak disadari oleh masyarakat penggunanya. Hal ini disebabkan, etnomatematika seringkali terlihat lebih “sederhana” dari bentuk forma matematika yang dijumpai di sekolah. Masyarakat daerah yang biasa menggunakan etnomatematika mungkin merasa tidak percaya diri dengan warisan nenek moyangnya, karena matematika dalam budaya ini, tidak dilengkapi definisi, teorema, dan rumus-rumus seperti yang biasa ditemui di matematika akademik.

Objek yang bisa dijadikan kajian etnomatematika di Yogyakarta adalah Candi Prambanan, Candi Borobudur, dan keraton Yogyakarta. Ketiga tempat tersebut dipenuhi dengan budaya dan peninggalan-peninggalan pada zaman dulu. Budaya tersebut dapat dijadikan sebagai bahan ajar untuk matematika dengan ide kreatif mengaitkan antara budaya tersebut dengan matematika. Contohnya dalam materi bangun ruang sisi datar. Bangun ruang sisi datar dapat dipelajari dari bangun-bangun yang terdapat pada objek kajian budaya. Balok, kubus, prisma, limas yang dipelajari di sekolah menengah pertama, akan lebih mudah dipelajari jika kita mengenalkan bangun-bangun tersebut dengan konteks aslinya seperti objek wisata budaya yang nantinya erat kaitannya dengan matematika itu sendiri.

Permainan tradisional pun dapat dijadikan sebagai bahan ajar matematika. Misalnya klekmat (engklek matematika), yang telah dikembangkan oleh Septi Puji Rahayu dan Siti Mufidah yang merupakan mahasiswa jurusan pendidikan matematika UNY.

Selain itu, alat musik juga dapat dijadikan bahan ajar matematika, misalnya gamelan, yang telah dikembangkan juga oleh mahasiswa jurdikmat UNY. Gamelan ini dijadikan sebagai bahan ajar untuk mengenalkan tentang masalah perbandingan.

Banyak objek budaya di sekitar kita yang dapat dijadikan sebagai bahan ajar matematika yang kreatif dan inovatif. Yang kita butuhkan adalah mau mengenal budaya tersebut dan intuisi untuk mengembangkan budaya tersebut menjadi bahan ajar matematika yang menyenangkan


Daftar Pustaka
Putri, Areani Eka. Ethnomatematika dan budaya ku. 16 Juni 2015. online. diakses pada 23 Februari 2016.

Universitas Negeri Yogyakarta. website (uny.ac.id). diakses pada 23 Februari 2016


Septi Puji dan Siti Mufidah. "Klekmat (Engklek Matematika)" Inovasi Permainan Tradisional dalam Pembelajaran Matematika Bangun Datar bagi Siswa Sekolah Dasar Kelas V Sebagai Upaya mewujudkan rasa Cinta Budaya Indonesia. 2016. Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar